Tampilkan postingan dengan label sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sejarah. Tampilkan semua postingan

Selasa, 17 April 2012

Wangsit Siliwangi (anu lengkep)

(Sumber :  http://ncepborneo.wordpress.com/2009/06/14/wangsit-siliwangi-anu-lengkep/)

Tah ieu nu disebut Wangsit Siliwangi nu saestu na
Wangsit Siliwangi nu lengkap

Urang kotjapkeun deui Radja
TJeuk Injana :
Batur batur, dulur dulur !
Kabeh sanak djeung sakabeh kadang !
Darengekeun !
Sedja ngaing teh eudeuk njabrang
Mawa dia kabehan ka Nusa Larang
Deuk ngadeukkeun deui dayeuh tengah sagara !
Tapi eta laut
Ngadak ngadak tjaah motah kabina bina !
Lengser !
Naeun eta teh kila kilana ?
Boa boa

Buletin Bagian KaTujuh

Bagian VII

Surawisesa Tidak Menampilkan Namanya Dalam Prasasti. Ia Hanya Meletakkan Dua Buah Batu Di Depan Prasasti Itu. Satu Berisi Astatala Ukiran Jejak Tangan, Yang Lainnya Berisi Padatala Ukiran Jejak Kaki. Mungkin Pemasangan Batutulis Itu Bertepatan Dengan Upacara Srada Yaitu "Penyempurnaan Sukma" Yang Dilakukan Setelah 12 Tahun Seorang Raja Wafat. Dengan Upacara Itu, Sukma Orang Yang Meninggal Dianggap Telah Lepas Hubungannya Dengan Dunia Materi. Surawisesa Dalam Kisah Tradisional Lebih Dikenal Dengan Sebutan Guru Gantangan Atau Munding Laya Dikusuma. Permaisurinya, Kinawati, Berasal Dari Kerajaan Tanjung Barat Yang Terletak Di Daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Sekarang. Kinawati Adalah Puteri Mental Buana, Cicit Munding Kawati Yang Kesemuanya Penguasa Di Tanjung Barat.

Buletin Bagian KaGenep

Bagian VI

Barros Menyebut Fadillah Dengan Faletehan. Ini Barangkali Lafal Orang Portugis Untuk Fadillah Khan. Tome Pinto Menyebutnya Tagaril Untuk Ki Fadil [ Julukan Fadillah Khan Sehari-Hari ]. Kretabhumi I/2 Menyebutkan, Bahwa Makam Fadillah Khan [ Disebut Juga Wong Agung Pase ] Terletak Di Puncak Gunung Sembung Berdampingan [ Di Sebelah Timurnya ] Dengan Makam Susushunan Jati. Hoesein Djajaningrat [ 1913 ] Menganggap Fadillah Identik Dengan Susuhunan Jati. Nama Fadillah Sendiri Baru Muncul Dalam Buku Sejarah Indonesia Susunan Sanusi Pane [ 1950 ]. Carita Parahiyangan Menyebut Fadillah Dengan Arya Burah. Pasukan Fadillah Yang Merupakan Gabungan Pasukan Demak-Cirebon Berjumlah 1967 Orang. Sasaran Pertama Adalah Banten, Pintu Masuk Selat Sunda.

Buletin Bagian KaLima

Bagian V

Karena Permusuhan Tidak Berlanjut Ke Arah Pertumpahan Darah, Maka Masing Masing Pihak Dapat Mengembangkan Keadaan Dalam Negerinya. Demikianlah Pemerintahan Sri Baduga Dilukiskan Sebagai Jaman Kesejahteraan [ Carita Parahiyangan ]. Tome Pires Ikut Mencatat Kemajuan Jaman Sri Baduga Dengan Komentar "The Kingdom Of Sunda Is Justly Governed; They Are True Men" [ Kerajaan Sunda Diperintah Dengan Adil; Mereka Adalah Orang-Orang Jujur ]. Juga Diberitakan Kegiatan Perdagangan Sunda Dengan Malaka Sampai Ke Kepulauan Maladewa [ Maladiven ]. Jumlah Merica Bisa Mencapai 1000 Bahar [ 1 Bahar = 3 Pikul ] Setahun, Bahkan Hasil Tammarin [ Asem ] Dikatakannya Cukup Untuk Mengisi Muatan 1000 Kapal.

Buletin Bagian KaOpat

Bagian IV

Panggeres Adalah Hasil Lebih Atau Hasil Cuma-Cuma Tanpa Usaha. Reuma Adalah Bekas Ladang. Jadi, Padi Yang Tumbuh Terlambat [ Turiang ] Di Bekas Ladang Setelah Dipanen Dan Kemudian Ditinggalkan Karena Petani Membuka Ladang Baru, Menjadi Hak Raja Atau Penguasa Setempat [ Tohaan ]. Dongdang Adalah Alat Pikul Seperti "Tempat Tidur" Persegi Empat Yang Diberi Tali Atau Tangkai Berlubang Untuk Memasukan Pikulan. Dondang Harus Selalu Digotong. Karena Bertali Atau Bertangkai, Waktu Digotong Selalu Berayun Sehingga Disebut "Dondang" [ Berayun ]. Dondang Pun Khusus Dipakai Untuk Membawa Barang Antaran Pada Selamatan Atau Arak-Arakan. Oleh Karena Itu, "Pare Dongdang" Atau "Penggeres Reuma" Ini Lebih Bersifat Barang Antaran.

Buletin Bagian KaTilu

Bagian III

Waktu Mudanya Sri Baduga Terkenal Sebagai Kesatria Pemberani Dan Tangkas Bahkan Satu-Satunya Yang Pernah Mengalahkan Ratu Japura [ Amuk Murugul ] Waktu Bersaing Memperbutkan Subanglarang [ Istri Kedua Prabu Siliwangi Yang Beragama Islam ]. Dalam Berbagai Hal, Orang Sejamannya Teringat Kepada Kebesaran Mendiang Buyutnya [ Prabu Maharaja Lingga Buana ] Yang Gugur Di Bubat Yang Digelari Prabu Wangi. Pustaka Rajyarajya I Bhumi Nusantara II/2 Mengungkapkan Bahwa Orang Sunda Menganggap Sri Baduga Sebagai Pengganti Prabu Wangi, Sebagai Silih Yang Telah Hilang. Naskahnya Berisi Sebagai Berikut [ Artinya Saja ]:

Buletin Bagian KaDua

Bagian II

Lain Dengan Galuh, Nama Kawali Terabadikan Dalam Dua Buah Prasasti Batu Peninggalan Prabu Raja Wastu Yang Tersimpan Di Astana Gede, Kawali. Dalam Prasasti Itu Ditegaskan "Mangadeg Di Kuta Kawali" [ Bertahta Di Kota Kawali ] Dan Keratonnya Disebut Surawisesa Yang Dijelaskan Sebagai "Dalem Sipawindu Hurip" [ Keraton Yang Memberikan Ketenangan Hidup ]. Prabu Raja Wastu Atau Niskala Wastu Kancana Adalah Putera Prabu Maharaja Lingga Buana Yang Gugur Di Medan Bubat Dalam Tahun 1357. Ketika Terjadi Pasunda Bubat, Usia Wastu Kancana Baru 9 Tahun Dan Ia Adalah Satu-Satunya Ahli Waris Kerajaan Yang Hidup Karena Ketiga Kakaknya Meninggal.

Buletin Bagian KaHiji

Bagian I

Pusat Pemerintahan Kerajaan Pajajaran Selalu Berpindah-Pindah, Seperti Kawali Yang Juga Pernah Dijadikan Sebagai Ibu Kota Kerajaan Pajajaran. Keturunan Manarah Dalam Garis Turunan Laki-Laki Terputus Sehingga Pada Tahun 852 Tahta Galuh Jatuh Kepada Keturunan Banga, Yaitu Rakeyan Wuwus Yang Beristrikan Puteri Keturunan Galuh. Sebaliknya Adik Perempuan Rakeyan Wuwus Menikah Dengan Putera Galuh Yang Kemudian Menggantikan Kedudukan Iparnya Sebagai Raja Sunda IX Dengan Gelar Prabu Darmaraksa Buana.

Buletin BSS Bulan April (Full)

Bagian I

Pusat Pemerintahan Kerajaan Pajajaran Selalu Berpindah-Pindah, Seperti Kawali Yang Juga Pernah Dijadikan Sebagai Ibu Kota Kerajaan Pajajaran. Keturunan Manarah Dalam Garis Turunan Laki-Laki Terputus Sehingga Pada Tahun 852 Tahta Galuh Jatuh Kepada Keturunan Banga, Yaitu Rakeyan Wuwus Yang Beristrikan Puteri Keturunan Galuh. Sebaliknya Adik Perempuan Rakeyan Wuwus Menikah Dengan Putera Galuh Yang Kemudian Menggantikan Kedudukan Iparnya Sebagai Raja Sunda IX Dengan Gelar Prabu Darmaraksa Buana.

Kehadiran Orang Galuh Sebagai Raja Sunda Di Pakuan Waktu Itu Belum Dapat Diterima Secara Umum, Hal Ini Dapat Dimaklumi Karena Sama Halnya Dengan Kehadiran Sanjaya Dan Tamperan Sebagai Orang Sunda Di Galuh. Bahkan Prabu Darmaraksa [ 891 - 895 ] Tewas Dibunuh Oleh Seorang Menteri Sunda Yang Sangat Fanatik Akan Hal Ini. Setelah Peristiwa Itu, Tiap Raja Sunda Yang Baru Pastilah Akan Selalu Memperhitungkan Tempat Kedudukan Yang Akan Dipilihnya Menjadi Pusat Pemerintahan. Dengan Demikian, Pusat Pemerintahan Itu Berpindah-Pindah Dari Barat Ke Timur Dan Sebaliknya. Antara Tahun 895 Sampai Tahun 1311 Kawasan Jawa Barat Diramaikan Sewaktu-Waktu Oleh Iring-Iringan Rombongan Raja Baru Yang Berpindah Tempat.

Ayah Sri Jayabupati Berkedudukan Di Galuh, Sri Jayabupati Di Pakuan, Tetapi Puteranya Berkedudukan Di Galuh Lagi. Dua Raja Berikutnya [ Raja Sunda Ke-22 Dan Ke-23 ] Memerintah Kembali Di Pakuan. Raja Ke-24 Memerintah Di Galuh Dan Raja Ke-25, Yaitu Prabu Guru Darmasiksa Mula-Mula Berkedudukan Di Saunggalah, Kemudian Pindah Lagi Ke Pakuan. Puteranya, Prabu Ragasuci, Berkedudukan Di Saunggalah. Proses Kepindahan Seperti Ini Memang Merepotkan, Namun Pengaruh Positifnya Jelas Sekali Dalam Hal Pemantapan Etnik Di Jawa Barat. Antara Galuh Dengan Sunda Memang Terdapat Kelainan Dalam Hal Tradisi.

Senin, 09 April 2012

Sumedang Larang di Jaman P. Geusan Ulun

Sumedang Larang di Jaman P. Geusan Ulun

PANGERAN Angkawijaya alias Geusan Ulun, dijungjunglungguh jadi raja Sumedang, 13 bulan sabada wafatna Pangeran Santri. Kaharti sabab harita Geusan Ulun umurna Karek 22 taun, sedengkeun nurutkeun tradisi heubeul, nu diangap dewasa teh umur 23 taun. Ari sababna nu utama, nurutkeun Pusaka Kertabhumi I/2, nya eta: Ghesan Ulun nyankrawartti mandala ning Pajajaran kang wus pralaya, ya ta sirna, ing bhumi Parahyangan. Ikang kedatwan ratu Sumedanglarang haneng Kutamaya ri Sumedangmanala. (Geusan Ulun marentah wilayah Pajajaran nu geus runtag, nya eta sirna ti bumi Parahyangan. Karaton ieu raja Sumedang teh ayana di Kutamaya di wewengkon Sumedang).

Selasa, 03 April 2012

BARAYA SUNDA SADULUR

“BARAYA SUNDA SADULUR”
Adalah suatu Komunitas yang bersifat umum, yang bergerak dibidang Seni budaya dan Sosial kemasyarakatan, tidak mengandung Unsur POLITIK sama sekali dan tidak akan terjun dalam dunia Perpolitikan.





FILOSOFI KATA “BARAYA SUNDA SADULUR”
“BARAYA” adalah kumpulan pemersatu dan tidak bercerai berai dikala menghadapi suatu perbedaan serta senang menjalin silaturahmi.
“SUNDA” dalam bahasa sansekerta yaitu sopan, bersinar terang dan selalu menjadi cahaya alam dan hati manusia, serta tidak memberi kegelapan. Selalu dihormati dan diterima dimanapun berada.
“SADULUR” artinya adalah ikatan persaudaraan, saling bahu membahu dan tolong menolong antar sesama dimanapun berada.
Jadi Filosofi Kata “BARAYA SUNDA SADULUR” adalah suatu kumpulan pemersatu yang senang menjalin silaturahmi, selalu Sopan, dihormati, dan diterima dimanapun berada serta saling bahu membahu dan tolong menolong antar sesama.

Runtuyan Raja Raja Sunda

Astaghfirullah Al adzim 40 x......Bul kukus nurun ka manggung, ka manggung ka sang rumuhun, ka batara ka batari ka batara neda suka ka batari neda suci kanu Agung neda widi..................

Ieu carita buhun nu tos langka sareng kahilapkeun, mugia ngahudang deui seni-seni Sunda buhun. Mung ieu teh teu apal saha nu mantunna, Mang Otong Suganda kitu nu kantos kasohor?

Inti carita : Raja Pajajaran Prabu Siliwangi teh gaduh seueur garwa, diantara para permaisuri nyaeta Nyi Mas Padmawati nu geulis kawanti-wanti endah kabina-bina. Ngajadikeun pangsirikan ti garwa2 Prabu Siliwangi nu sejenna.

Sejarah Tatar Sunda

SEJARAH TATAR SUNDA
Pakuan (Bogor) Pusat Kerajaan Sunda



Tome Pires (1513) menyebutkan bahwa dayo (dayeuh) Kerajaan Sunda terletak dua hari perjalanan dari Pelabuhan Kalapa yang terletak di muara Ciliwung. Sunda sebagai nama kerajaan tercatat dalam dua buah prasasti batu yang ditemukan di Bogor dan Sukabumi. Prasasti yang di Bogor banyak berhubungan dengan kerajaan sunda pecahan Tarumanagara, sedangkan yang di daerah Sukabumi berhubungan dengan kerajaan sunda sampai masa Sri Jayabupati.

Keberadaan Ratu Galuh

Punika Waruga Lemah nu medal Sang Hyang Hanteu, enya ti aing ules-ules putih basa jagat hanteu acan aya, enya ti aing anu geus diayakeun ti heula, basana dijanti, dipanggirikeun dipasang diawang-awang aing ngenggon dinu kosong nicakeundi nu hanteu aya baya-bayana ku aya dewata oge hanteu acan aya da aing eukeur miraga sukma sang lenggang// mulinang aya ti aya ka hanteu aya wit miraga mula Tanana (tan ana) manana mula wisesa enya aing anu diwisesakeun sorangan dibawana (di buwana) sajagat kabeh dukuh aing ngaranna Sang Yuga Sang Rasik Seda, Aing asup ka tanana (Tan ana) tanah ka aya pangiuh jeung bayu pituturna Sang Barsapona Ulon Bojongsoang Sargeh Gandawati.

Sunda Jati

1. Nu ngagem Urang Sunda Kanekes (ngaran topna: Baduy).Kanekes teh ngaran hiji tempat di Banten.

Ngaran Agama & Kapercayaan: Sunda Wiwitan. Wiwitan teh hartina mimiti, asal, poko, jati.Ngaran sejen: Sunda Asli, Jatisunda (jati, sanes mahoni)

Kujang Rompang

Manjing kana waktuna
Ninggang kana mangsana
Muru maluru beh ditu

Nungtik nyungsi nu kamari
Hudang pikeun tandang nu kiwari
Ngundeur meureun ngala sugan

Hana nguni hana mangke
Tan hana nguni tan hana mangke
Aya baheula, aya ayeuna

SILIH ASIH, SILIH ASAH, SILIH ASUH CIRI MANUSIA UTAMA


Babasan disebut oge kacapangan atawa motto nu kacida dipiwa­nohna ku masarakat Tatar Sunda, nya eta SILIH ASIH - SILIH ASAH - SILIH ASUH; sok disingget istilahna jadi SILAS Malah ku Universitas Pasundan mah, kungsi dijadikeun bahan seminar Internasional babarengan jeung Universitas Cartein ti Perth, Australia Kulon, dina taun 1995.
Tepi ka waktu ieu, can loba nu ngabahas kalawan jembar naon bae nu kaasup SILAS atawa Silih Asih, Asah jeung Asuh teh.
Upama dianggap yen SILAS teh mangrupa hiji sistim, geus tinangtu urang kudu neangan unsur naon bae nu kaasup SILAS teh. Moal henteu eta unsur-unsur teh kudu jadi pituduh anu positif pikeun tingkahlaku atawa rengkak polah manusa enggoning hirup kumbuh di lingkungan masarakatna. Kapan mungguhing manusa teh kaasup homo socius, tegesna mahluk anu hirupna kukumbuhan. Tambah eces deui yen SILAS teh alat pikeun campur gaul, nyaeta ku ayana kecap SILIH. Ieu kecap teh tuduh kana ayana pagawean anu pabales-bales (resiprokal), hartina aya dua pihak, atawa nu dianggap dua pihak boh sabage subyek boh sabage obyek.
Sanggeus nitenan sawatara kamungkinan, unsur naon bae nu kudu nyampak dina unggal aspek SILAS tea, kapapay aya sawatara unsur anu raket tumalina, nyaeta:

Ki Sunda, Manusia Sadar Sejarah


Sunda, kiwari banyak dipandang sebagai suatu entitas yang tidak memiliki akar kesejarahan yang kuat, kesejarahannya dikenal hanya memiliki tradisi lisan belaka sebagaimana terjadi pada cerita-cerita si Kabayan, Sangkuriang, ataupun Lutungkasarung. Cerita-cerita tersebut yang sebagiannya dikenal sebagai legenda karena tidak memiliki bukti sejarah, distribusinya hanya dilakukan melalui lisan ke lisan. Sehingga sangat wajar sejarah Sunda yang menempati pulau Jawa bagian Barat ini (Jawa Barat, Jakarta & Banten) adalah sejarah yang belum pernah dianggap selesai. Baru-baru ini Pemerintah Jawa Barat menyatakan bahwa sejarah titimangsa Jawa Barat (Sunda) masih terbuka untuk diperdebatkan. Itu artinya bahwa Sejarah kesundaan masih belum jelas duduk perkara serta titi mangsanya yang pasti sehingga masih terbuka untuk diperbincangkan kepastian waktunya. Padahal sejak ratusan tahun yang lalu telah ada seorang tokoh yang merintis sejarah Ki Sunda tersebut, yaitu Wangsakerta.